Sunday, November 1, 2009

Kemiskinan dan Perlawanan

Menjadi Miskin dengan Perlawanan
oleh:elontah tanggal: 21.Mei.2008 286 Klik
Editorial Media Indonesia, Rabu, 21 Mei 2008.
Penolakan bantuan langsung tunai meluas di berbagai daerah oleh berbagai kalangan. Oleh kalangan kepala desa dan bupati, penolakan lebih didasarkan pada ketakutan terhadap amuk warga akibat kekeliruan data tentang orang miskin.
Bagi kalangan ini, bantuan sebagai penyangga orang miskin dari penderitaan akibat kenaikan harga bahan bakar minyak yang segera diumumkan pemerintah bisa mereka terima setelah dilakukan pemutakhiran data orang miskin. Sebab, BLT kali ini didasarkan pada angka orang miskin tahun 2005.
Kalangan lain, seperti Muhammadiyah dan sejumlah ulama, menolak sebagai bagian dari kebangkitan mentalitas melawan kemiskinan itu sendiri. Miskin boleh, tetapi meminta dan menerima bantuan gratis tidak bisa. Bantuan langsung model begini dianggap tidak mendidik semangat warga untuk bertarung meningkatkan taraf kehidupan.

Adalah aneh, memang, bila kepala desa dan bupati yang menjadi aparatur pemerintahan tidak mau melaksanakan program yang ditetapkan pemerintah. Apakah ini bentuk dari pembangkangan birokrasi? Apakah ini juga bentuk dari penafsiran terhadap kedaulatan di era otonomi? Karena presiden, bupati, gubernur, dan lurah dipilih langsung oleh rakyat, tidak ada lagi subordinasi dalam hierarki pemerintahan?

Pemerintah dan segenap jajarannya berkewajiban mengurusi dan melayani kebutuhan warganya. Kemiskinan adalah problem sosial yang amat mendesak untuk diatasi. Karena itu, setiap kepala daerah, termasuk lurah, tanpa peduli mereka dipilih siapa dan dari kalangan mana, berkewajiban mengurusi orang miskin dan kemiskinan.

Dari sudut pandang ini, memang tidak ada alasan penolakan terhadap bantuan langsung tunai yang Rp100.000 per bulan per kepala keluarga. Kalau demikian, bagaimana menjelaskan tentang penolakan tersebut?

Ternyata penolakan lebih disebabkan pada kerapuhan administrasi kependudukan. Sistem administrasi kependudukan di negeri ini begitu amburadul sehingga jutaan warga miskin tidak terdata. Dan itu, berlangsung terus sampai sekarang. Orang miskin versi Departemen Sosial berbeda dari data orang miskin yang dikeluarkan Departemen Kesehatan. Dua data ini berbeda lagi dari data yang dihasilkan Badan Pusat Statistik.

Penolakan juga disebabkan begitu buruknya sosialisasi. Baik terhadap keharusan kenaikan harga BBM maupun terhadap maksud dan implikasi dari BLT itu sendiri.

Negara berada dalam bahaya bila BBM terus-menerus disubsidi. Tetapi pemerintah gagal menyadarkan rakyat bahwa subsidi adalah malapetaka. Institusi-institusi, seperti partai politik, juga gagal meyakinkan anggotanya bahwa subsidi suka atau tidak suka harus dihapus. Hanya dengan demikian perekonomian Indonesia memiliki pijakan yang sehat.

Tetapi yang terjadi, pemerintah dan institusi publik berperang terbuka tentang pro dan kontra kenaikan harga BBM. Rakyat pun terpecah dalam pro dan kontra itu. Jadi, pada titik ini pemerintah kurang memiliki seni dan kuasa dalam memerintah.

Yang patut diacungi jempol adalah organisasi-organisasi yang memupuk semangat perlawanan terhadap BLT dari sisi ketangguhan mentalitas. Menjadi miskin boleh-boleh saja. Tetapi menjadi miskin lalu hanya menadahkan tangan menunggu uluran dan belas kasihan dari orang lain, termasuk dari negara, adalah perilaku tidak terpuji. Kebangkitan mentalitas seperti ini adalah etos yang agung.

Agar orang miskin dan kemiskinan tidak selalu menjadi persoalan yang membahayakan, kemiskinan harus diperangi tidak dengan program-program ad hoc seperti BLT. Negara harus memiliki program perlindungan orang miskin yang permanen. Melalui, misalnya, dana bagi yang tidak atau belum bekerja, dana bencana, asuransi, dan sebagainya.

Kemiskinan, Masalah dan Penyebabnya

"Kemiskinan, Masalah dan Penyebabnya"
Oleh: Megi Budi S.

Banyak arti atau istilah Miskin bagi masyarakat Indonesia, tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Miskin bagi masyarakat awam, secara umum adalah orang yang tidak mampu dalam hal Ekonomi. Sehingga terjadi masalah Sosial, Ekonomi, Pendidikan dan Kesehatan.
Sudah lebih dari 62 tahun Indonesia Merdeka, tetapi semakin banyak rakyat Indonesia. yang menderita karena hidup dibawah garis kemiskinan, yang artinya kesejahteraan mereka betul-betul perlu perhatian khusus dari Pemerintah Pengusaha, Donatur, LSM dan juga Partai Politik yang mewakili rakyat ( Bukan mementingkan kelompok / golongannya )
Banyak hal yang menyebabkan rakyat Indonesia Miskin, secara umum antara lain :
1. Miskin karena tidak memiliki Pendidikan yang cukup
2. Miskin karena tidak memiliki Keterampilan
3. Miskin karena tidak mempunyai Kesempatan Kerja
4. Miskin karena tidak memiliki Modal Usaha
Bahkan setiap menit rakyat Indonesia, rentan dan terancam kemiskinan. Hal tersebut disebabkan perekonomian di Indonesia yang kian tidak menentu, setiap tahun terjadi PHK, berjuta-juta masyarakat Indonesia menganggur. Bekerjapun hanya sebagai karyawan kontrak yang setiap saat dapat diberhentikan.
Salah satu contoh kasus yang kongkrit adalah bila bahan bakar / BBM terjadi kenaikan, akan menyebabkan semua bahan pokok menjadi naik. Artinya masyarakat Indonesia yang tadinya hidup pas-pasan dan masih mampu untuk memenuhi makanan pokok keluarga. Akan segera terpuruk menjadi orang Miskin baru, karena anggaran yang ada sudah tidak cukup lagi untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Atau pada saat mereka terkena Bencana Alam, dimana semua harta kekayaaannya habis dalam sekejap.
Selain masalah tersebut diatas, banyak rakyat Indonesia sudah bertahun-tahun Miskin secara turun temurun. Kenapa hal tersebut terjadi, pada saat seorang anak sudah waktunya atau cukup umur untuk sekolah, karena kesulitan keuangan orang tua?
Maka secara otomatis pendidikan anak akan terhambat, sehingga anak tersebut pada saat dewasa akan menjadi bodoh dan tidak memiliki pengetahuan dasar yang wajib dimiliki, yaitu pendidikan! Bahkan ketika si anak sedang sekolahpun bisa putus ditengah jalan karena biaya pula.
Sementara di jaman modern ini orang tidak dapat bekerja hanya dengan modal pendidikan, tetapi harus ada keterampilan tambahan, pengalaman yang cukup, bahkan kadang-kadang modal materi juga sangat diperlukan.
Mari kita renungkan dan bahas bersama, dituliskan diatas ada 4 kategori yang menyebabkan rakyat Indonesia Miskin, yang harus sesegera mungkin ditanggulangi bersama :
1. Miskin karena tidak memiliki Pendidikan yang cukup.
Bila orang tua Miskin karena tidak memiliki pendidikan yang cukup , apalagi anak-anaknya nanti! Pemerintah, Pengusaha atau LSM harus segera bertindak dengan mengadakan Pemberdayaan Masyarakat melalui Pendidikan disetiap daerah, sehingga mereka yang buta huruf, kurang akan pendidikan dapat segera teratasi.
2 Miskin karena tidak memiliki Keterampilan
Rakyat Indonesia yang memiliki pendidikan cukup, tetapi tidak mempunyai keterampilan tambahan, saat ini akan sulit mendapatkan penghasilan atau pekerjaan. Pemerintah, Pengusaha atau LSM harus segera bertindak dengan mengadakan Pemberdayaan Masyarakat melalui Pelatihan Keterampilan, yang tentunya harus disesuaikan dengan sumber daya manusia, sumber daya alam, sarana serta fasilitas yang ada didaerah tersebut. Bila mereka sudah trampil, harus segera diberikan solusinya untuk dapat bekerja atau mandiri.
3. Miskin karena tidak mempunyai Kesempatan Kerja
Berapa juta masyarakat Indonesia yang sudah berpendidikan SMA / SMEA / STM D3, S1 bahkan S2. Sampai saat ini belum memiliki pekerjaan, bahkan tiap tahun bertambah terus jumlahnya. Pemerintah, Pengusaha atau LSM harus segera mencari solusi bagi mereka dengan mengadakan Pemberdayaan Masyarakat dengan membuka Lapangan Kerja baru diberbagai bidang. Salah satu contoh mereka dapat diperbantukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di beberapa Desa tertinggal di Indonesia.
4. Miskin karena tidak memiliki Modal
Kelompok ini biasanya memiliki pendidikan atau keterampilan, tetapi untuk memulai suatu usaha, terbentur dengan modal kerja yang harus tersedia. Sosialisasi tentang Modal Kerja, baik dari Pemerintah maupun Koperasi atau Perbankan saat ini informasinya kurang diterima oleh masyarakat yang berada di pedesaan ( Khususnya desa tertinggal ) , sehingga mereka lebih banyak menunggu dan berdiam diri tanpa tahu apa yang harus dilakukan.
Mungkin kalau kita bahas secara menyeluruh, berbagai masalah yang dihadapi rakyat Indonesia. Tidak akan cukup dan selesai dengan hanya usulan, tetapi sesegera mungkin harus dilaksanakan. Apalagi dengan adanya masalah baru, yaitu Kekurangan Gizi dimana-mana. Bagaimana jadinya kualitas generasi penerus bangsa Indonesia ini dikemudian hari ?
Secara umum, hanya ada 5 masalah pokok yang diminta dan diharapkan saudara-saudara kita yang menderita saat ini :
1. Perut tidak lapar
2. Kesehatan terjamin
3. Mendapatkan peluang kerja / usaha
4. Rasa aman dan nyaman.
Demikian, dengan harapan kritik saran dan masukan bagi penulisan naskah ini akan dapat bermanfaat baik bagi Tokoh Masyarakat, Pemerintah, LSM, Pengusaha, bahkan Partai yang peduli dengan penderitaan Rakyat Indonesia / bukan golongannya.
Mari kita bersama-sama bergotong royong menuju masa depan yang lebih baik dimasa mendatang sesuai dengan harapan Rakyat Indonesia. Terima kasih.
* Penulis adalah Konsultan dan Koordinator Umum Rumah Belajar Komunitas. Dapat dihubungi melalui alamat di bawah ini:
Jl. Bonang RT. 018/06 No. 2, Kelurahan Pegangsaan, Menteng
Jakarta Pusat 10320
T (021) 391 3786
HP 0813 1858 3435, 0812 133 9968

Pemberdayaan Masyarakat di Perkotaan

Pemberdayaan Masyarakat Guna Mengurangi Kemiskinan Perkotaan
oleh:elontah tanggal: 11.Jul.2008 1580 Klik
Makalah ini merupakan critical review tentang pemberdayaan masyarakat di Surabaya khususnya pada kawasan permukiman kumuh (slum area). Oleh: Andarita Rolalisasi

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT GUNA MENGURANGI KEMISKINAN PERKOTAAN
Oleh: Andarita Rolalisasi
ABSTRAK: Dunia sedang bergerak ke arah mega urbanisasi, dan penduduk dunia diperkirakan akan meningkat dari 3 menjadi 4 milyar jiwa, dimana sebagian besar berada pada negara berkembang dalam waktu 15 tahun terakhir. Urbanisasi terjadi akibat migrasi alami maupun karena perluasan wilayah perkotaan terhadap wilayah sekitarnya. Pesatnya urbanisasi dan tidak seimbangnya perkembangan perkotaan merupakan masalah bersama kota-kota besar di Indonesia. Surabaya sebagai kota besar juga mempunyai masalah yang sama dalam hal peningkatan jumlah penduduk dan pemerataan tingkat kesejahteraan penduduknya. Sehingga masih terdapat kantong-kantong kemiskinan (kawasan kumuh) di Surabaya. Hal ini akan membebani kota Surabaya apabila tidak ada regulasi yang mengatur tentang urbanisasi. Mengurangi kantong kemiskinan bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga memerlukan peran aktif masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat.

Makalah ini merupakan critical review tentang pemberdayaan masyarakat di Surabaya khususnya pada kawasan permukiman kumuh (slum area). Pemberdayaan masyarakat di Surabaya merupakan bagian dari perbaikan kampung yang meliputi tiga aspek yaitu aspek fisik lingkungan, peningkatan SDM, dan peningkatan ekonomi keluarga.
KATA KUNCI: urbanisasi, masyarakat, miskin, pemberdayaan
BAB I PENDAHULUAN
SENSUS Penduduk 2000 menunjukkan bahwa jumlah penduduk perkotaan di Indonesia telah mencapai lebih dari 85 juta jiwa, dengan laju kenaikan sebesar 4,40 persen per tahun selama kurun 1990-2000 . Jumlah itu kira-kira hampir 42% total jumlah penduduk. Mengikuti kecenderungan tersebut, dewasa ini (2005) diperkirakan bahwa jumlah penduduk perkotaan telah melampaui 100 juta jiwa, dan kini hampir setengah jumlah penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan. Hal ini tentu saja berdampak sangat luas pada upaya perencanaan dan pengelolaan pembangunan wilayah perkotaan.

Secara demografis sumber pertumbuhan penduduk perkotaan adalah pertambahan penduduk alamiah, yaitu jumlah orang yang lahir dikurangi jumlah yang meninggal; migrasi penduduk khususnya dari wilayah perdesaan (rural) ke wilayah perkotaan (urban); serta reklasifikasi, yaitu perubahan status suatu desa (lokalitas), dari lokalitas rural menjadi lokalitas urban, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam Sensus oleh Badan Pusat Statistik. Pertambahan penduduk alamiah berkontribusi sekitar sepertiga bagian sedangkan migrasi dan reklasifikasi memberikan andil dua per tiga kepada kenaikan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia, dalam kurun 1990-1995. Dengan kata lain migrasi sesungguhnya masih merupakan faktor utama dalam penduduk perkotaan di Indonesia.

Pada akhir dasawarsa ini, lebih dari 50% dari seluruh penduduk Indonesia bermukim di wilayah perkotaan. Pesatnya urbanisasi dan tidak seimbangnya perkembangan perkotaan merupakan masalah bersama kota-kota besar di Indonesia. Surabaya sebagai kota besar juga mempunyai masalah yang sama dalam hal peningkatan jumlah penduduk dan pemerataan tingkat kesejahteraan penduduknya. Sehingga masih terdapat kantong-kantong kemiskinan (kawasan kumuh) di Surabaya.

Tujuan penulisan critical review ini adalah analisa tentang program perbaikan kampung yang diimplementasikan di kota Surabaya. Dengan fokus utama pada hubungan antara program perbaikan kampung dengan pemberdayaan masyarakat sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan. Apakah program tersebut dapat meningkatkan mutu SDM masyarakat miskin di Surabaya? Apakah program tersebut sudah sesuai dengan tujuan akhir program?

Struktur pembahasan dalam critical review ini adalah sebagai berikut:
1. PENDAHULUAN, yang memuat tentang abstraksi dan pentingnya masalah yang akan dibahas, tujuan dan skema penulisan.
2. GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SURABAYA, yang memuat tentang gambaran umum eksisting Surabaya, permasalahan yang dihadapi, serta apa usaha pemerintah kota Surabaya untuk mengatasi masalah tersebut.
3. LANDASAN TEORI, yang memuat tentang teori dan penjelasannya yang sesuai dengan makalah yang akan dikritik
4. ANALISA MAKALAH, yang memuat tentang kajian kesesuaian dan ketidaksesuaian antara teori dan makalahnya
5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, yang memuat kesimpulan review dan rekomendasi yang dapat diimplementasikan
6. LAMPIRAN, yang berisi tentang Resume makalah yang dikritik, gambar-gambar deskriptif yang dibutuhkan, dan makalah yang direview.

BAB 2. GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SURABAYA

Surabaya merupakan kota besar ke dua di Indonesia, dengan luas wilayah seluas 326,37 km2 dan jumlah penduduk sebanyak + 2,7 juta jiwa pada tahun 2006. Kepadatan penduduk sebesar 333.531 jiwa/km2 . Pertumbuhan penduduk kota Surabaya dalam dua dasawarsa terakhir memperlihatkan kecenderungan menurun, dimana periode tahun 1980-1990 mengalami pertumbuhan sekitar 2,06% per tahun, sedangkan pertumbuhan tahun 1990-2000 (sesuai dengan Sensus 2000) mengalami peningkatan sekitar 0,5% per tahun.

Tabel 2.1. Demografi Kota Surabaya
Tahun Populasi Kepadatan Angka Pertumbuhan Sex ratio Rumah tangga Jml rata2 anggota
(jiwa) (jiwa/km2) (%) (%) (unit) keluarga
1980 2,017,527 6,182 2.97 95.40 486,324 4.48
1990 2,473,272 7,578 2.06 95.59 548,981 4.51
2000 2,444,976 7,491 0.5 98.20 709,991 3.66
2006 2,681,971 8,217 - - - -
Sumber: BPS berbagai sumber

Kawasan terbangun di wilayah kota Surabaya, meliputi hampir 2/3 dari seluruh luas wilayah. Konsentrasi pekembangan fisik kota berada di kawasan pusat kota serta kawasan yang membujur dari utara ke selatan sesuai dengan arah jalur Kalimas. Akan tetapi kecenderungan perkembangan terakhir juga dari kawasan barat sampai ke timur. Kawasan permukiman swadaya oleh masyarakat (kampung) terkonsentrasi di kawasan pusat kota, sedangkan permukiman baru yang disediakan oleh pengembang tersebar di kawasan Surabaya barat, timur, dan selatan. Juga terdapat permukiman vertikal baik berupa rumah susun sederhana sewa (rusunawa), maupun rumah susun mewah (kondominium dan apartemen). Kawasan sawah dan tegalan terkonsentrasi di sebelah selatan kota. Kawasan tambak berada di kawasan pesisir timur dan utara. Kawasan kegiatan jasa dan perdagangan terkonsentrasi di pusat kota dan sebagian tersebar di kawasan permukiman yang berada di kawasan sebelah selatan, timur dan barat kota. Kawasan industri dan pergudangan berada di kawasan pesisir utara dan kawasan selatan kota yang berbatasan dengan wilayah kabupaten Gresik dan Sidoarjo.

Penduduk miskin terkonsentrasi di permukiman-permukiman padat penduduk yang banyak bertebaran di tengah kota. Sebagian besar karakteristik penduduknya merupakan para pekerja di sektor informal, seperti penarik becak, pedagang/PKL, penjual sayur dan makanan, dan lain-lain. Mereka kebanyakan berasal dari luar kota. Latar belakang pendidikannya sebagian besar tamat atau tidak tamat SMP atau bahkan dibawahnya. Kemampuan untuk hidup didapatkan dengan mengandalkan sektor informal.

Letak persebaran permukiman kumuh beredar hampir merata di seluruh kawasan kota Surabaya. Akan tetapi kawasan utara kota Surabaya teridentifikasi lebih banyak titik-titik kawasan kumuhnya dibandingkan dengan kawasan lainnya. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh tim penyusun RTRW Kota Surabaya Tahun 2004, kelurahan-kelurahan yang memiliki kawasan kumuh ada 23 buah yaitu: Ujung, Bulak Banteng, Wonokusumo, Sidotopo Wetan, Tanah Kali Kedinding, Bulak, Gading, Dupak, Bongkaran, Sukolilo, Gebang Putih, Medokan Semampir, Keputih, Gununganyar, Rungkut Menanggal, Wiyung, Waru Gunung, Benowo, Moro Krembangan, Romo Kalisari, Sumberejo, Sememi dan Kandangan. Selanjutnya lokasi-lokasi kawasan permukiman kumuh ditinjau dari wilayahnya di Kota Surabaya pada 23 kelurahan-kelurahan tersebut di atas dapat dilihat pada peta di bawah ini.

BAB 3. KAJIAN PUSTAKA

Berdasarkan Goran Tannerfeldt dan Per Ljung, 2006 ; Diperkirakan perkembangan populasi penduduk negara berkembang di masa mendatang sebagian besar akan tinggal di perkotaan. Akan tetapi perpindahan dari sosial perdesaan ke sosial perkotaan merupakan proses yang kompleks dan tidak mudah. Selain kesempatan dan keuntungan yang ada, terdapat beberapa konsekwensi negatif, diantaranya yaitu:
• Kemiskinan dan ketidaksetaraan pendapatan per kapita,
• Terjadi kantong-kantong daerah kumuh dan penurunan mutu lingkungan hidup,
• Ketidakstabilan sosial dan ketidakamanan.

Teori di atas melihat tentang sebab dan akibat urbanisasi. Biasanya urbanisasi hanya dilihat sebagai sesuatu hal negatif yang mengakibatkan kemiskinan di perkotaan. Urbanisasi juga mempunyai sisi positif seperti makin beragamnya kesempatan dan lapangan kerja, makin tingginya tingkat pendidikan warganya, dan lain-lain. Akan tetapi juga perlu diperhatikan tentang pemerataan fasilitas kesejahteraan antara urban dan rural untuk memperkecil angka urbanisasi alamiah.

Berdasarkan Nick Wates, Charles Knevitt, 1987 ; tujuan community architecture adalah:
• Arsitek menggunakan kemampuannya agar memungkinkan masyarakat meraih kondisi yang lebih baik bagi diri mereka
• Memberikan pengalaman kepada masyarakat untuk mengontrol masa depan mereka sendiri.

Community architecture (CA) merupakan pengalaman pemberdayaan masyarakat di London, Inggris. Hal ini memberi ruang kepada warga kota untuk membentuk kehidupan yang lebih baik berdasarkan pengalamannya. Dari pengalaman tersebut, ditentukan arah pembangunan yang sesuai dengan potensi dan masalah setempat. CA dilaksanakan oleh masyarakat yang sudah mapan baik tingkat pendidikan maupun secara ekonomi. Sehingga perlu kajian yang lebih lanjut apabila akan dilaksanakan di negara berkembang seperti Indonesia.

Berdasarkan Louis Helling dkk, 2005 , bahwa elemen dari rencana pembangunan lokal adalah:
• Empowerment (pemberdayaan),
yaitu meningkatkan kesempatan dan kemampuan masyarakat dalam membuat dan memutuskan langkah yang akan diambil dalam mencapai tujuan pembangunan sesuai dengan potensi dan masalah yang ada.
• Local Government (pemerintah lokal),
sebagai pemilik otoritas yang mempunyai kewenangan dalam merencanakan, pembuat keputusan, dan pelaksana peraturan. Pemerintah lokal disini bukan hanya pemerintah lokal secara struktur kenegaraan, tetapi juga institusi yang tumbuh dari masyarakat itu sendiri.
• Local Service Provision System (peraturan lokal),
yang mengatur sumber daya hasil dan jasa serta fasilitas publik sebagai sumber dana pembiayaan pembangunan yang berkelanjutan.
• Enabling Local Private Sector Growth (dukungan bagi pertumbuhan sektor swasta),
dimana terdapat kesempatan bagi pihak swasta untuk berperan aktif dalam perekonomian

Pemberdayaan masyarakat (PM) merupakan komponen pokok dalam penentuan kebijakan pembangunan nasional untuk mencapai peningkatan kapasitas dan sumber daya. Agar kebijakan yang diambil sesuai dengan kondisi riil yang terjadi, diperlukan masyarakat yang mengerti akan potensi dan masalah pada lingkungannya. Disamping itu, juga diperlukan unsur lainnya untuk menentukan arah kebijakan pembangunan lokal.

Menurut Dinas PU Cipta Karya Jawa Timur dll , disebutkan bahwa urbanisasi (kemampuan memanfaatkan fasilitas kekotaan) membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan dan penghidupan di kota. Di satu sisi fasilitas kota akan semakin maju dan bermutu, di sisi lain banyak warga lapisan bawah akan tertinggal oleh kemajuan di kota akibat urbanisasi karena ketidaksiapan. Kelompok under class inilah yang akan menjadi masalah kalau tidak ditangani secara tepat dan sesuai tuntutan. Peran serta masyarakat (PM) dalam pembangunan kota dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan/perawatannya.

Terjadi perubahan kebijakan politik di Indonesia yang sentralistik (berorientasi ke pemerintah pusat) menjadi otonomi daerah (mengelola diri sendiri) setelah tahun 1998. Hal ini memerlukan peran aktif masyarakat dalam penentuan arah pembangunan, pelaksanaan pembangunan dan monitoring serta evaluasi hasil pembangunan. Sehingga akan sulit dilaksanakan di daerah dimana masyarakatnya apatis terhadap pembangunan daerahnya.

Sebagai perbandingan dengan kota Surabaya, disajikan kota Johannesburg yang mempunyai kemiripan karakteristik demografi, dimana terdapat kemiripan yang khas antara Surabaya dan Johannesburg yaitu populasi penduduk tinggi dan terdapat kantong-kantong kemiskinan (ras hitam). Seperti halnya kota-kota besar di Afrika Selatan yang mengalami peningkatan urbanisasi setelah runtuhnya rezim apartheid. Johannesburg is the highest crime city of South Africa. Isu utama yang mengiringi kehidupan di sana adalah keamanan dan kemiskinan sebagian besar warganya (kulit hitam). Korban terbesarnya adalah wanita dan anak-anak.
Johannesburg merupakan kota dengan tingkat urbanisasi yang tinggi serta terdapat kesenjangan yang sangat signifikan antara ras putih dan berwarna. Pemerintah kota Johannesburg memiliki rencana pembangunan yang disebut Integrated Development Planning (IDP) Johannesburg. IDP mengatur juga tentang pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan dimana dilibatkan secara penuh dalam proses pembangunan.

IDP merupakan panduan proses pembangunan bagi pemerintah kota dalam menyediakan pelayanan yang baik bagi warga kota. Program pemberdayaan masyarakat tersebut diantaranya adalah:
• Program kewirausahaan perempuan/pelatihan ketrampilan, dengan tujuan sebagai berikut:
− Dukungan terhadap kelompok-kelompok perempuan dalam kemampuan ekonomi
− Social amenities for women in the survivalist sector (i.e PSK)
− Memberi ruang bagi perempuan tuna wisma untuk hidup
• Program pengembangan ketrampilan:
− Memberi kemudahan dalam penyediaan fasilitas ketrampilan.
− Peningkatan kemampuan berusaha dalam sektor ekonomi kecil (survivalist economy sector)

IDP dibuat secara berjenjang untuk jangka menengah (5 tahunan) dan jangka panjang (tujuan akhirnya). IDP dibagi atas beberapa sektor sasaran, seperti program untuk wanita, pemuda, dan anak-anak. Secara teoritis, IDP sudah mencakup seluruh aspek masyarakat dan stakeholder yang berperan dalam pembangunan. Akibat politik apartheid yang masih membekas di masyarakat, hal ini sulit diterapkan. Masih terdapat perbedaan yang signifikan antara fasilitas dan kesejahteraan antara penduduk kulit putih dan hitam.

Ras kulit putih dan kulit hitam menempati bidang perekonomian, permukiman, fasilitas pendidikan dan lain-lain secara berbeda dan terpisah. Ini mengakibatkan kemampuan SDM masing-masing golongan mempunyai jarak yang sangat signifikan. Peningkatan SDM yang tertuang dalam IDP lebih banyak menangani permasalahan tentang pemberdayaan perempuan, anak-anak dan remaja karena memang jumlah merekalah yang paling mendominasi dan membutuhkan hal ini.

Perbedaan mendasar dari program pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan SDM di Surabaya dan Johannesburg adalah:
• Secara administratif
Di Surabaya membutuhkan bukti diri sebagai penduduk lokal, sedangkan di Johannesburg, semua warga di kawasan tersebut yang membutuhkan akan mendapatkan program yang sama.
Di Surabaya, penduduk yang mapan ada kesempatan untuk mendapatkan program. Di Johannesburg, program tersebut memapankan warga agar lebih berdaya.
• Jenis pelatihan
Disesuaikan dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan setempat.

4. ANALISA
4.1. URBANISASI dan KEMISKINAN

Terdapat berbagai definisi mengenai makna dan fungsi kota pada skala makro dan mikro. Secara makro kota merupakan bagian dari sistem kota global, dengan semua resiko dan manfaat yang terkandung, serta sebagai akibat globalisasi dari kehidupan masyarakat yang semakin mantap. Faham ini perlu dilengkapi dengan kejelasan mikro, yaitu :
- Kota merupakan sistem dari beragam sarana fisik dan non fisik yang diadakan oleh dan untuk warga masyarakat, serta untuk merangsang dan memfasilitasi aktivitas, serta kreativitas warga, dalam mewujudkan cita-cita politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan lingkungan hidupnya.
- Kota membuka dan memberi peluang yang sama bagi semua lapisan masyarakat dalam mencapai kehidupan yang sesuai dengan cita-citanya secara adil dan demokratis.
- Kota-kota di Indonesia berkembang pesat, dan direncanakan sesuai dengan standar-kota-kota lain di dunia, namun di sisi lain kota harus mampu mengedepankan kekhasan lokal, baik yang fisik maupun non-fisik dalam dimensi kemanusiaan yang alami.

Kegiatan industri dan jasa di kota-kota tersebut yang semakin berorientasi pada perekonomian global, telah mendorong perkembangan fisik dan sosial ekonomi kota, namun semakin memperlemah keterkaitannya (linkages) dengan ekonomi lokal, khususnya ekonomi perdesaan. Dampak yang paling nyata hanyalah meningkatnya permintaan tenaga kerja, yang pada gilirannya sangat memacu laju pergerakan penduduk dari desa ke kota.

Pembangunan perkotaan di Indonesia memberikan berbagai dampak bagi masyarakat secara luas, baik yang bersifat positip, maupun yang negatif. Disadari bahwa pembangunan di kota-kota besar dan menengah di Indonesia, yang dipenuhi oleh penduduk yang berurbanisasi dari desa-desa memberikan banyak manfaat bagi Pemerintah, maupun bagi masyarakat. Manfaat dimaksud di antaranya dukungan terhadap Product Domestic Regional Bruto (PDRB) memberikan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana umum serta penyediaan sarana dan teknologi untuk peningkatan pengetahuan dan kepentingan warga masyarakat. Namun disadari banyak dampak negatif yang ditimbulkan pembangunan kota-kota tersebut, diakibatkan berbagai faktor, salah satu di antaranya kesalahan pendekatan penyusunan perencanaan pembangunan kota.

Pertumbuhan penduduk perkotaan tersebut diakibatkan oleh tiga buah faktor. Faktor pertama adalah faktor pertumbuhan alami yang merupakan selisih dari jumlah kelahiran dengan jumlah kematian. Kedua adalah faktor pertumbuhan migrasional, sebagai hasil selisih dari migrasi masuk dengan migrasi keluar wilayah perkotaan. Sementara faktor ketiga adalah faktor reklasifikasi yang dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan status kawasan akibat perubahan kondisi kawasan dari kawasan non-perkotaan menjadi suatu kawasan perkotaan di waktu berikutnya sebagai hasil dari kegiatan pembangunan yang dilakukan pada kawasan tersebut. Berdasarkan karakteristik lokasinya, faktor terakhir dapat dibedakan menjadi dua buah kategori, yaitu reklasifikasi akibat perluasan/aneksasi suatu kota yang terjadi pada wilayah pinggiran dari sebuah kota utamanya, dan reklasifikasi yang terjadi sebagai akibat pemunculan suatu kota kecil sebagai akibat dari pertumbuhan dari suatu kawasan pedesaan dan/atau pusat desa menjadi sebuah kawasan perkotaan yang memiliki aktivitas yang semakin intensif dan beragam.

4.2. PROGRAM PERBAIKAN KAMPUNG

Program perbaikan kampung (slum upgrading program) terdiri dari aspek fisik, sosial, ekonomi, kelembagaan dan peningkatan mutu lingkungan yang melibatkan seluruh stakeholder yaitu penduduk, kelompok masyarakat, swasta, dan pemerintah kota/kabupaten setempat.

Program perbaikan kampung yang dilaksanakan di Surabaya disebut Comprehensive-Kampung Improvement Program (C-KIP) yaitu program perbaikan mutu lingkungan kampung di bidang fisik lingkungan permukiman, pembangunan di bidang sosial ekonomi masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat, untuk menggalang kekuatan masyarakat agar dapat berperan aktif dalam pelaksanaan program pembangunan permukiman. Tujuan program adalah:
• Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman kampung terpadu melalui aspek fisik, sarana dan prasarana, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat
• Pemberdayaan masyarakat guna menumbuhkan inisiatif, kretaifitas, dan kemandirian dalam pelaksanaan program pembangunan di lingkungan tempat tinggalnya
• Mengembangkan peluang usaha guna menciptakan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan keluarga

Secara umum konsep pengentasan kawasan kumuh di Surabaya adalah dengan meningkatkan tiga aspek, yaitu:
• Peningkatan sumber daya manusia, SDM (improving of human resources)
• Peningkatan kekuatan ekonomi (improving of social wellfare)
• Peningkatan mutu lingkungan hidup (improving of environment quality)
Ketiga unsur diatas sangat terkait erat. Peningkatan kemampuan SDM akan meningkatkan kekuatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setelah kebutuhan hidup terpenuhi maka akan dapat menata lingkungan sekitarnya.

4.3. PERAN SERTA MASYARAKAT

Peran serta dalam hal ini diterjemahkan dan asal kata participation, yang diantaranya mempertimbangkan pendapat, mengartikan secara singkat bahwa partisipasi itu adalah take a part atau ikut serta. Peran serta masyarakat dengan keterlibatan komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan (dalam perencanaan) atau pelaksanaannya terhadap proyek-proyek pembangunan untuk masyarakat. Suatu peran serta memer;ukan kesediaan kedua belah pihak dalam suatu hubungan yang saling menguntungkan. Adapun tujuan peran serta masyarakat yang ingin dicapai, pada prinsipnya harus pula dikondisikan suatu situasi dimana timbul keinginan masyarakat untuk berperan serta. Hal ini akan sangat menentukan keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan peran serta masyarakat itu sediri.

Peran serta masyarakat memiliki keuntungan sosial, politik, perencanaan dan keuntungan lainnya, yaitu :
• Dari pandangan sosial, keuntungan utamanya adalah untuk mengaktifkan populasi perkotaan yang cenderung individualistik, tidak punya komitmen dan dalam kasus yang ekstrim teralienasi. Di dalam proses partisipasi ini, secara simultan mempromosikan semangat komunitas dan rasa kerja sama dan keterlibatan. Pada kasus kelompok miskin dan lemah, partisipasi dapat berkontribusi ke proses peningkatan, pendidikan, dan pelatihan sebagai penyatuan (integrasi) ke dalam komunitas yang lebih luas yang di dalamnya rasa ketidakberdayaan (powelessness) dapat ditanggulangi dan swadaya (self-help) dan pembangunan kepemimpinan dapat dipromosikan.
• Dari segi politik, partisipasi lebih mempromosikan participatory dibanding demokrasi perwakilan (representative democracy) sebagai hak demokrasi dan setiap orang dan dengan demikian publik secara umum, untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi publik juga akan membantu dewan (counsellors) dan para pembuat keputusan lainnya untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai permintaan-permintaan dan aspirasi konstituen mereka atau semua pihak yang akan terpengaruh, dan sensitivitas pembuatan keputusan dapat dimaksimalkan jika ditangani secara tepat.
• Dan segi perencanaan, partisipasi menyediakan sebuah forum untuk saling tukar gagasan dan prioritas, penilaian akan public interest dalam dinamikanya serta diterimanya proposal-proposal perencanaan.
• Keuntungan lain dan public participation adalah kemungkinan tercapainya hubungan yang lebih dekat antara warga dengan otoritas kota.

Banyak faktor yang menjadi hambatan atau kendala dalam mendorong peran serta masyarakat dalam perencanaan. Peran serta masyarakat dalam sistem perencanaan dihadapkan pada berbagai persoalan, baik pada level negara bagian maupun lokal. Hambatan atau kendala dalam mendorong peran serta masyarakat dalam penataan ruang yaitu :
1. Partisipasi dalam proses perencanaan lokal umumnya dimulai sangat terlambat, yaitu setelah rencana (the real planning directions) telah selesai disusun, sehingga masyarakat akhirnya hanya mempertanyakan hal-hal bersifat detail.
2. Partisipasi komunitas yang sungguh-sungguh sangat sedikit apalagi mengenai isu-isu besar seperti pertumbuhan dan pembangunan kota.
3. Ketika partisipasi tersebut benar-benar diinginkan, terlalu sedikit masyarakat yang terorganisasi atau yang terstruktur secara mapan yang efektif mengajukan masukan dan komunitas.
4. Secara umum, komunitas tidak memiliki sumberdaya yang baik dalam hal waktu, keahlian atau ruang untuk membuat aspirasinya didengar secara efektif.

4.4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Pemberdayaan masyarakat (community development) telah diwacanakan di Indonesia sejak dekade 1960. Dari aspek keterlibatan masyarakat, terdapat 3 (tiga) bentuk pemberdayaan masyarakat, yaitu:
• Development for community
Dimana dalam proses pembangunan, masyarakat sebagai obyek karena penyusunan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan dilaksanakan oleh pihak luar.
• Development with community
Ditandai secara khusus dengan kuatnya pola kolaborasi antara aktor luar dan masyarakat setempat. Keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama dan sumber daya yang dipakai berasal dari kedua belah pihak.
• Development of community
Merupakan proses pembangunan yang baik inisiatif, perencanaan, dan pelaksanaannya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. Masyarakat membangun dirinya sendiri. Peran aktor dari luar dalam kondisi ini lebih sebagai sistem pendukung bagi proses pembangunan.

Ketiga pendekatan tersebut pada dasarnya memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu memperbaiki kualitas kehidupan dan kelembagaan masyarakat lokal. Perbedaan yang ada lebih berada pada sarana (means) yang dipakai. Efektivitas sarana ini sangat ditentukan oleh konteks dan karakteristik masyarakat yang dihadapi. Pada masyarakat tertentu mungkin pendekatan development for community lebih sesuai sementara pada masyarakat yang lain development with community justru yang dibutuhkan. Faktor utama yang menentukan pemilihan ketiga pendekatan tersebut adalah seberapa jauh kelembagaan masyarakat telah berkembang. Pada masyarakat yang kelembagaannya sudah lebih berkembang development of community akan lebih tepat.

BAB 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Program ini mempunyai kelemahan yang sangat signifikan, yaitu diperlukan identitas diri yang sah sebagai penduduk setempat (Kartu Tanda Penduduk, KTP). Penduduk musiman atau penduduk miskin biasanya KTP bukan merupakan prioritas. Mengurus KTP juga memerlukan biaya, sedangkan penghasilan yang didapatkan masih diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan makan. Hal ini mengakibatkan mereka tidak tersentuh oleh program pengentasan kemiskinan. Seperti C-KIP (Comprehensif-Kampung Improvement Program), RSDK (Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh), PLP (Penanganan Lingkungan Permukiman), dan lain-lain. Akhirnya, program-program ini akan diserap oleh warga mapan (menjadi salah sasaran), karena warga yang diharapkan menjadi sasaran tidak memenuhi syarat (tidak mempunyai KTP setempat).

2. Program sebaiknya juga menyentuh elemen masyarakat miskin lainnya untuk meningkatkan sumber daya manusia secara menyeluruh. Seperti kepada pemuda atau lelaki dewasa. Akibat kondisi perkenomian yang semakin sulit, banyak kepala keluarga yang mengalami PHK dan banyak pemuda-pemudi yang kesulitan untuk mencari kerja. Maka diperlukan kemampuan khusus yang dapat menciptakan lapangan kerja, paling tidak untuk dirinya sendiri. Pelatihan ini juga disesuaikan dengan minat peserta. Pelatihan yang dapat dilaksanakan antara lain menyetir, mekanik, bubut, dan lain-lain.

3. Urbanisasi tanpa persiapan dan perencanaan akan membebani kota tujuan terutama dengan meningkatnya masyarakat miskin dengan mutu SDM rendah.

4. Permukiman Kumuh dan Sektor Informal adalah Solusi dan Aset. Permukiman kumuh dan sektor informal bukanlah masalah apabila dipandang dari sudut berbeda. Penduduk miskin merupakan pribadi mandiri dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Rumah dan lingkungannya merupakan aset fisik, aset ekonomi, dan aset sosial. Rumah berperan untuk mengembangkan kapital sosial keluarga, sebagai tempat usaha, (sering menjadi) aset ekonomi satu-satunya yang paling berharga, untuk kolateral ke bank dan seperti kita tahu bahwa harga rumah akan naik terus-menerus.

5. Terdapat beraneka macam dan bentuk program perbaikan lingkungan (slum upgrading) yang diimplementasikan di kota Surabaya. Pada dasarnya target utamanya sama yaitu peningkatan mutu SDM, perbaikan fisik lingkungan, dan peningkatan tingkat ekonomi masyarakat. Perbedaan terletak pada sumber dana, dinas pelaksana, serta prosentase pendanaan sesuai dengan target utama program. Diperlukan koordinasi antar instansi dinas pelaksana program agar tidak terjadi tumpang tindih lokasi dan target implentasi program.

6. Akibat kurangnya koordinasi antar instansi maka implementasi program perbaikan kampung di Surabaya tumpang tindih. Terdapat kelurahan/kawasan yang sering medapatkan implementasi pogram, tetapi tidak sedikit juga sampai sekarang terdapat kelurahan/kawasan yang belum terjamah implementasi semua program slum upgrading di kota Surabaya.

7. Perlu adanya monitoring dan evaluasi (monev) pada saat ataupun setelah pelaksanaan program agar program tersebut berkelanjutan. Dari monev dapat juga dievaluasi keberhasilan dan kegagalan program.

8. Program pemberdayaan masyarakat merupakan suatu program yang menempatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek sekaligus pembangunan. Hal ini akan mengurangi beban pemerintah dalam implementasi pembangunan. Dengan masyarakat yang berdaya maka diharapkan kemiskinan dapat diatasi sendiri secara mandiri oleh masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Bappeko Surabaya; 2005, Surabaya in Focus 2004
Brockerhoff, Martin P; 2000, An Urbanizing World, Population Buletin Vol. 55 No. 3
CIB Report Publication 314; 2007, Informal Settlements and Affordable Housing, ISBN. 978-90-6363-056-0
Dinas PU Cipta Karya Jawa Timur; Jurusan Arsitektur FTSP ITS; 2000, Buku Modul dan Acuan Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pembangunan Daerah
Helling, Louis; Serrano, Rodrigo; Warren, David; 2005, Governance and Public Service Provision Through a Local Development Framework, Community Driven Development, World Bank, Discussionpaper 0535
Sub Dinas Perkotaan; Dinas Permukiman Provinsi Jawa Timur; 2006, Studi Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan Surabaya dan Sekitarnya
Tannerfeldt, Goran; Ljung, Per; 2006, More Urban Less Poor an introduction to urban development and management, London, ISBN-13. 978-1-84407-381-3
UNCHS, 1996; Global Report on Human Settlements, “An Urbanizing World”, Oxford University Press
United Nations, 2000; World Urbanization Prospects: The 1999 Revision
Wates, Nick; Knevitt, Charles; 1987, Community Architecture how people are creating their own environment, London, Penguin Books
www.joburg.org.za, 5 Oktober 2007
www.worldbank.org, 4 Oktober 2007

Grameen Bank - Bank Pedesaan oleh M.Yunus

Bank Kaum Miskin

Oleh: DYAS
Judul : Bank Kaum Miskin
Penulis : Muhammad Yunus

Penerbit : Marginkiri, xix + 269 hal,
Cetakan pertama, April 2007.
ISBN 979 - 1260 - 01 - X


Akhir Oktober 2006, saya tertarik mengikuti rangkaian berita berita penganugrahan Nobel Perdamaian kepada Muhammad Yunus dari Bangladesh atas jasanya mengembangkan Grameen Bank (Bank Pedesaan), program kredit mikro untuk rakyat miskin. Bulan lalu, ketika pulang ke Jakarta, senang sekali menemukan buku tentang Grameen Bank.
Membaca buku ini seperti bukan membaca biografi ataupun sebuah kisah nyata. Saya pikir saya membaca sebuah fiksi. Kisah orang-orang yang berintegritas tinggi dalam usahanya memperjuangkan suatu ide gemilang yang idealis yang tentunya tidak semudah membalik telapak tangan.
Muhammad Yunus lahir dan besar di Chittangong, kota pelabuhan teramai di Bangladesh. Ayahnya seorang muslim yang taat, pengrajin perhiasan. Ibunya seorang yang berdisiplin tinggi. Sejak kecil Yunus dan saudara-saudaranya gemar membaca apa saja. Selepas lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Chittagong – salah satu universitas yang disegani di anak benua India, Yunus menjadi dosen di almamaternya. Setelah beberapa tahun mengajar, tahun 1965 dia mendapat beasiswa fullbright di AS untuk studi Ekonomi Pembangunan sampai mendapat gelar PhD.
Masa-masa ia menuntut ilmu disana adalah masa-masa politik yang panas di negrinya, perang Pakistan– Bangladesh. Pada 16 Desember 1971, Bangladesh merdeka dengan banyak korban jiwa, dan perekonomian hancur. Yunus memutuskan pulang untuk ikut membangun kembali negaranya.
Sepulangnya ke Bangladesh, ia menjadi dekan Fakultas Ekonomi Universitas Chittagong. Perjalanan dari rumah ke tempat mengajarnya setiap hari,melewati desa Jobra, dimana pemandangan yang terlihat adalah lahan-lahan tandus dan penduduk desa yang miskin. Tahun 1974 bencana kelaparan semakin meluas di Bangladesh.
Ia bukan tipe akademisi yang hanya mengajar dan bekerja di ruangan. Baginya teori-teori yang diajarkan kepada mahasiswanya harus bisa menjawab pemandangan lahan tandus, kemiskinan dan kelaparan. Usaha pertama yang ia lakukan adalah mengajukan proposal menanam padi varietas unggul serta memperbaiki sarana irigasi. Ia, rekan dosen dan mahasiswa nya turun langsung ke sawah sebagai relawan.
Tahun 1976 ia dan mahasiswanya mengunjungi langsung rumah seorang perempuan miskin pengrajin bambu di Jobra. Perempuan itu tidak memiliki uang lebih dari 22 sen. Bambu dipinjamnya dari perantara kemudian ia mendapatkan sisa penjualan dikurangi harga pinjaman yang jumlahnya sangat sedikit, hanya 2 sen. Pilihan lain bagi mereka adalah pinjam modal ke rentenir yang akan lebih berat lagi pengembaliannya. Yunus kemudian menugaskan mahasiswanya mengumpulkan data pengrajin-pengrajin sejenis. Ada42 orang dengan keseluruhan pinjaman sebesar 27$.
Yunus terkesima, karena penderitaan orang-orang itu hanya karena uang 27$. Menurutnya, pengrajin-pengrajin itu bukanlah orang yang bodoh atau malas. Mereka miskin karena tidak ada bantuan kredit kaum miskin dari lembaga finansial formal, dan telah diambil alih oleh rentenir. Yunus memulai kredit mikronya dengan memberikan pinjaman 27$ tersebut dari kantongnya sendiri.
Hari-hari berikutnya ia menemui manager salah satu bank pemerintah terbesar di negri itu. Ia mengemukakan maksudnya agar bank tersebut meminjamkan uang kepada pengrajin-pengrajin miskin. Bagi si manager, hal itu hanya ide konyol. Pinjaman dalam jumlah kecil bahkan tidak mampu menutup biaya dokumen pinjaman.
Mereka berdebat. Bagi Yunus, sistim perbankan yang mengharuskan deposan mengisi berbagai macam dokumen bagi rakyat Bangladesh yang saat itu 75% masih buta huruf adalah hal yang tidak adil. Si manager tidak bisa memberi keputusan. Yunus kemudian menemui manager yang lebih tinggi. Debat yang sama terulang lagi, tapi akhirnya manager regional ini akan mengajukan permintaan Yunus ke tingkat pusat. Bank akan memberikan pinjaman $300 dengan Yunus sebagai penjaminnya.
Perlu waktu enam bulan sampai proposal pinjamannya akhirnya disetujui. Hasilnya cukup mengejutkan, pembayaran kembali pinjaman oleh para peminjam tanpa agunan ini jauh lebih baik ketimbang mereka yang pinjamannya dijamin oleh asset. Inilah awal Grameen Bank .
Saat itu Yunus buta menjalankan Bank. Ia belajar sambil berjalan.Ia dan mahasiswa-mahasiswanya mengembangkan pinjaman melalui kelompok-kelompok peminjam.
Setelah 20 tahun lebih, Grameen telah menjadi lembaga yang sangat mandiri. Para peminjam Grameen menguasai 93 persen total ekuitas bank, hanya 7 persen dimiliki pemerintah Bangladesh. Jumlah peminjam mencapai 2,6 juta orang yang 95 persennya adalah perempuan. Kredit yang dikucurkan sejak berdiri mencapai 3,9 miliar $ dan sebesar 3,6 miliar $ telah dibayar kembali dengan tingkat pengembalian sebesar 98%. Grameen Bank telah berhasil meningkatkan kesejahteraan dan terutama kemandirian para peminjamnya yang awalnya sangat miskin hingga dapat mengakses pendidikan, rumah dan sarana sanitasi. Sejak 1995 Grameen memutuskan untuk tidak lagi memnta pendanaan donor. Cicilan terakhir pendanaan donor dibayarkan tahun 1998. Grameen Bank juga telah ditiru di berbagai negara miskin maupun maju.
Perjalanan sukses Grameen Bank bukan tanpa rintangan. Budaya sendiri menjadi rintangan yang cukup berat, namun Yunus memiliki metodelogi dan kecakapan yang handal dengan menerjunkan mahasiswinya dalam mewawancarai perempuan-perempuan miskin desa dan melarang mahasiswinya berpakaian mencolok ketika terjun kedesa. Tidak mudah memberikan kepercayaan kepada perempuan dimana adat setempat masih membatasi ruang gerak perempuan.
Grameen juga banyak ditentang oleh tokoh agama setempat karena dicurigai organisasi misionaris.

Para perempuan dilarang meminjam ke Grameen oleh tokoh agama
Yunus sering mengkritik badan-badan bantuan internasional di Bangladesh. Bank Dunia bahkan yang paling sering mendapat kritiknya. Bertahun-tahun Bank Dunia dan Grameen Bank berseteru dan adu pendapat. Perseteruan terbuka terjadi pada saat teleconference Hari Pangan Dunia 1986. Barber Conable, Presiden Bank Dunia menyatakan bahwa Bank Dunia memberikan dukungan keuangan kepada Grameen Bank. Yunus membantah dengan mengatakan bahwa Grameen Bank tidak pernah menginginkan atau menerima pendanaan Bank Dunia karena kami tidak suka dengan cara mereka berbisnis. Baginya cara kerja lembaga donor multilateral terhadap kaum miskin sangat salah arah.
Hal itu ia kemukakan berdasarkan pengalaman pribadinya ketika diminta membuat program serupa Grameen Bank di Filipina yang didanai oleh badan PBB mengirim staff ahlinya untuk meneliti proposal Yunus. Namun akibat ruwetnya birokrasi selama hampir 5 tahun akhirnya proyek itu tidak jadi terwujud. Padahal biaya ribuan dollar yang dikeluarkan untuk gaji professional selama itu sudah bisa membantu ratusan keluarga miskin yang menjadi sasaran program tersebut.
Yunus memandang akar kemiskinan lain dari pandangan umum selama ini. Banyak yang menganggap orang menjadi miskin karena tidak terampil. Pemerintah, ornop dan konsultan-konsultan internasional biasanya membuat program pengentasan kemiskinan dengan memberikan pelatihan. Bagi Yunus hal itu tidak tepat. Orang miskin terbukti memiliki kemampuan bertahan hidup, jadi tidak perlu diberi pelatihan ketrampilan terlebih dahulu. Orang menjadi miskin karena tidak bisa menyisihkan hasil yang didapat dari kerja mereka. Yang terlebih dahulu harus dilakukan adalah memberikan kredit.
Oleh kaum kiri Grameen dituduh merupakan konspirasi Amerika untuk menanamkan kapitalisme diantara kaum miskin dan bertujuan menghancurkan harapan bagi sebuah revolusi dengan merampok kemarahan kaum miskin.
Banyak sekali hal menarik tentang perjalanan Grameen Bank maupun sepak terjang Yunus mengkritisi sistem yang tidak berpihak pada kaum miskin yang diceritakan dalam buku ini. Asiknya juga diawal buku, penerbit menampilkan pengantar yang ditulis oleh Robert MZ LAwang, guru besar sosiologi Fisip UI. Isi pengantar yang berjudul Membongkar Kepalsuan untuk Mengatasi Kemiskinan ini cukup meringkas pemikiran dalam buku secara menyeluruh.(dys)

* * * *
Setelah membaca buku ini, sempat kepikiran:
• Kisah Grameen Bank seharusnya banyak memberikan inspirasi bagi Indonesia dimana data statistiknya menunjukkan 17,75 % penduduknya masih berada digaris kemiskinan. Bagi yang menganggap angka itu masih kecil, jangan salah, mungkin ada dua kali lipatnya yang berada tepat digaris kemiskinan yang sebentar lagi terjungkal jatuh ke bawah garis J.
• Kalau ingat prinsip Grameen Bank sepertinya banyak kesamaannnya dengan koperasi. Sistem ekonomi asli produk Indonesia yang super hebat, tidak kapitalis tidak juga sosialis. Tapi kemanakah koperasi saat ini?. Andaikan koperasi sukses mensejahterakan rakyat Indonesia sampai saat ini, tentu bung Hatta sudah jauh lebih dulu menerima Nobel Perdamaian.
• Di bagian buku yang menceritakan perseturuan antara Yunus dan Bank Dunia, dibeberkan segudang kritik terhadap Bank Dunia maupun lembaga-lembaga donor Internasional. Berhubung saat ini saya lagi bekerja untuk salah satu lembaga donor, sempat merenung membaca ini, saya masih menjadi bagian dalam sistem itu. Saya jadi teringat omongan salah satu rekan kerja yang sudah lebih dari 30 tahun malang melintang di lembaga donor internasional. Menurutnya program-program bantuan lembaga donor internasional seperti membeli sapi, lebih mahal harga talinya dibanding harga sapinya. Artinya kira-kira, biaya untuk menggaji profesionalnya lebih besar dari dana yang dikucurkan untuk bantuan :-I.

Dilematika Program Pemerintah

DILEMATIKA MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT DIANTARA PROGRAM-PROGRAM PEMERINTAH YANG KONTRADIKTIF

oleh: boy_amra tanggal: 03.Okt.2008 364 Klik
MASYARAKAT INI MILIK SIAPA????............
Pada orde baru kita diakrabkan dengan program Bandes (Bantuan Desa), yang pada akhirnya dinilai tidak bisa membuat masyarakat mempunyai rasa memiliki akan “keberhasilan” program tersebut. Ini salah satunya mungkin karena disebabkan karena programnya Top Down (dari atas ke bawah), sehingga sekarang kita lihat betapa banyaknya kantor desa yang tidak lagi dipakai, karena memang kurang efektif.
Setelah Reformasi digulirkan di Republik ini yang diawali oleh krisis ekonomi, maka salah satu akibatnya pemerintah dengan “sangat terpaksa” menaikkan harga BBM subsidi. Sebagai penyeimbang akan naiknya BBM subsidi tersebut pemerintah meluncurkan program BLT (Bantuan Langsung Tunai), yang membuat masyarakat cenerung memiskinkan diri mereka dan lebih banyak berharap mendapat bantuan dari pemerintah daripada membantu saudara-saudara disekeliling yang bisa mereka bantu sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.
Beberapa tahun belakangan pemerintah mulai menggarap program pemberdayaan masyarakat yang Down to Top (dari bawah ke atas), yang pada intinya program-program tersebut dilaksanakan berdasarkan keinginan dan atau kebutuhan masyarakat itu sendiri. Namun sangat disayangkan pada saat di satu sisi pemerintah coba menggali kebutuhan masyarakat akan pembangunan sangat mereka butuhkan, di sisi lain pemerintah masih meluncurkan program BLT yang katanya sebagai salah satu konsekuensi dari pengurangan subsidi BBM. Padahal BLT cenderung hanya membuat masyarakat menjadi lebih banyak menadahkan tangan dan pelaksanaannyapun penuh dengan intrik-intrik politik ayam sayur (Keluarga si anu didaftarkan sebagai penerima manfaat BLT walaupun disebelah rumah si anu tersebut masih ada keluarga yang hidupnya lebih lemah dari segi ekonomi).
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, itulah induk program pemberdayaan masyarakat yang sedang digarap pemerintah yang katanya minimal program ini akan berjalan hingga tahun 2015. Program ini memang lebih matang dalam persiapan petunjuk pelaksanaan dan pengawalan terhadap kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi, seperti ketika ada anggota masyarakat mengetahui ada penyelewengan dana maka dapat melaporkan apakah melalui jalur pengaduan yang disediakan ditingkat bawah maupun melalui jalur on line pada masing-masing program.
Sangat disayangkan pada pelaksanaan dilapangan ditemukan beberapa kejanggalan yang membuat kita geli melihatnya. Contohnya saja ada program “X” (edit text) yang setelah melalui penjaringan usulan dimasyarakat maka masyarakat tersebut mengajukan proposal untuk membuat sarana umum. Nah, pada saat verifikasi lapangan dilakukan oleh penyelanggara program maka didapati mayoritas dari tim verifikasi itu berisikan pegawai pemerintah dari basic diluar Pekerjaan Umum, apakah itu dari dinas pendidikan, dinas pertanian, dinas peternakan.
Muncul suatu pertanyaan yang tidak perlu dijawab “Dapatkah tim verifikasi dengan kapasitas seperti diatas menentukan apakah program tersebut dapat dilaksanakan dengan memasukkan analisa berapa banyak keterlibatan Rumah Tangga Miskin dalam program tersebut, apakah komposisi bahannya sudah memenuhi standar pembangunan versi PU?”. Sangat disayangkan Tim di pusat yang sudah susah-susah membuat rancangan program namun dalam pelaksanaan dilapangan terkesan agak disepelekan terhadap aturan-aturan yang telah dibuat. Belum lagi setiap kepala daerah/wilayah otomatis diikutkan dalam struktur pelaksana program namun mereka tidak otomatis memahami atau mencari tahu sehingga bisa memahami program yang berjalan di daerah kekuasaaan mereka.
Suatu kewajaran apabila cukup banyak saudara-saudara kita yang memiliki kecenderungan lebih senang menjalankan program dengan sumber dana dari non pemerintahan. Karena ketika kita menjalankan program yang sumber dananya dari lembaga non pemerintah (NGO) maka kita dapat berimprovisasi dalam menjalankan tugas mulia itu demi suksesnya program, kalau kita bekerja pada program pemerintah maka kita selalu disibukkan oleh birokrasi yang komplek permasahannya dan belum lagi interfensi-interfensi dari oknum pejabat pemerintahan terhadap pelaksanaan program, apakah itu masalah wilayah yang akan menerima program atau pribadi-pribadi calon penerima manfaat.
Semoga kedepan pemerintah dapat menyadari bahwa NGO/LSM hadir selain dari keidakpuasan atas kebijakan pemerintah yang cenderung kurang berpihak kepada masyarakat akar rumput juga malah untuk menjalanka PR pemerintah terhadap rakyat jelata tersebut. Jadi kedepan diharapkan tidak ada lagi pemerintahan yang tidak mau tahu dengan program-program NGO yang berjalan di wilayah kekuasaannya karena itu semua hanya ada demi masyarakat yang notabenenya adalah masyarakat pemerintah. Semoga (Abu Hawari)

Analisa Ekonomi Nelayan

Negeri Bahari yang Melupakan Nelayan
Senin, 9 Juni 2008 | 03:00 WIB
ARIF SATRIA

Ada pertanyaan, ”Apakah karena menjadi nelayan lalu miskin ataukah karena miskin lalu menjadi nelayan?” Apa pun jawabannya, yang jelas saat ini belum diketahui secara pasti berapa jumlah nelayan yang miskin, dari total jumlah 2 juta nelayan.
Data yang ada hanya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir tahun 2002 sebanyak 32 persen. Ini pun indikatornya pendapatan 1 dollar AS per hari. Bayangkan bila indikatornya 2 dollar AS per hari, jumlah yang miskin tentu lebih dari itu. Belum lagi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tahun 2005 dan 2008 yang akumulatifnya bisa mencapai 150 persen.
Lalu, bagaimana prospek nelayan di tengah situasi seperti ini?
Saat ini armada perikanan tangkap didominasi armada tradisional, perahu tanpa motor (50,1 persen), motor tempel (26,2 persen), dan kapal motor kurang dari 5 gross ton (GT) sebanyak 16,4 persen, jadi totalnya 92,7 persen.
Jumlah armada itu tidak otomatis menggambarkan jumlah nelayan karena setiap kategori armada terdiri dari jumlah nelayan yang berbeda.
Diperkirakan jumlah nelayan di bawah 5 GT sebanyak 1,3 juta jiwa atau 66,8 persen. Sulit mengatakan nelayan di bawah 5 GT pasti miskin atau di atas 5 GT pasti tidak miskin. Nelayan perahu tempel yang menangkap ikan kerapu hasilnya relatif lebih baik dari seorang ABK biasa yang ikut di kapal 50-100 GT selama 40 hari. Jadi, alat tangkap belum bisa jadi indikator kemiskinan.
Ketiadaan data kemiskinan nelayan mempersulit pertanggungjawaban pemerintah terhadap publik. Tanpa adanya instrumen pengukuran kemiskinan nelayan secara reguler, maka sulit pula mengukur keberhasilan program pembangunan perikanan yang katanya pro-poor.
Sulit pula membaca dampak perubahan ekonomi makro terhadap nelayan. Seperti, tak adanya data nilai tukar nelayan (NTN) pascakenaikan harga BBM. Bagaimana kita merumuskan program kompensasi BBM bila data yang reliable tentang dampak kenaikan itu tidak ada. Kiranya, statistik pun belum berpihak ke nelayan.
Lalu, apa yang perlu diperhatikan untuk mengatasi kemiskinan nelayan?
Pertama, aspek permodalan. Pemerintah mengklaim kredit usaha rakyat (KUR) adalah obat mujarab untuk kemiskinan. Padahal, kalau dicermati, sistem KUR justru menjauhkan akses nelayan dan masyarakat pesisir terhadap permodalan.
Tidak semua bank pelaksana berada di sentra nelayan di wilayah pesisir sehingga nelayan harus ke ”kota” untuk mengakses kredit tersebut. Padahal, sebelumnya nelayan bisa menikmati kredit dari lembaga keuangan mikro (LKM) di sentra nelayan, yang dananya dari pemerintah.
Dengan lahirnya KUR, dana penjaminan pemerintah yang semula dititipkan di bank pelaksana untuk disalurkan ke LKM pesisir otomatis dihentikan. Padahal, saat ini ada 255 LKM pesisir hasil program pemerintah dengan total dana Rp 558 miliar.
Sayang kalau investasi sosial- ekonomi terhadap LKM yang mahal itu kini sedikit pun tak dipertimbangkan. Dibutuhkan terobosan mengawinkan KUR dan LKM pesisir. Hal yang harus diantisipasi dengan pengawinan ini adalah akan makin tingginya bunga pinjaman.
Bila bunga KUR 14 persen, maka bila disalurkan melalui LKM, bunga yang diterima nelayan bisa 20-25 persen, dengan asumsi LKM butuh 3-5 persen untuk overhead cost dan keuntungan 3-5 persen.
Untuk itu, perlu dicarikan formula agar bunga yang sampai ke nelayan bisa sama dengan KUR, yakni 15 persen. LKM telah terbukti efektif membantu nelayan karena LKM bisa menyesuaikan dengan pola kerja nelayan. Ada sebuah LKM di Kaltim yang kredit bermasalahnya (non-performing loan/NPL) nelayannya di bawah 5 persen. Ini bisa terjadi karena LKM menggunakan sistem ”jemput bola” harian dengan menempatkan petugasnya di pendaratan ikan pada malam hari atau subuh.
Cicilan harian sangat meringankan nelayan kecil yang melautnya harian. Hal ini sulit dilakukan bank konvensional.
Kedua, diversifikasi teknologi dan usaha. Nelayan jatuh miskin karena sering kali gagal mengadaptasi variasi musim ikan akibat terbatasnya jenis alat tangkap.
Di Pasuruan, musim teri-nasi adalah Desember-April. Tapi, setelah April, mereka butuh alat tangkap lain supaya bisa menangkap ikan selain teri.
Keterbatasan modal membuat nelayan hanya punya satu alat tangkap sehingga kepastian hidupnya hanya saat musim teri. Diversifikasi teknologi penangkapan mutlak dilakukan.
Sementara itu, dengan naiknya harga BBM, mestinya nelayan mulai memikirkan diversifikasi ke budidaya yang hemat BBM. Dan, bila nelayan pindah ke budidaya, bantuan modal mestinya tak hanya modal investasi dan modal kerja, tetapi juga bantuan biaya hidup sehari-hari selama satu musim.
Ketiga, terpenuhinya kebutuhan energi untuk perikanan untuk mengatasi krisis BBM. Saat ini baru ada 225 unit SPDN (Solar Packed Dealer untuk Nelayan) yang kapasitasnya hanya 20 persen, dari kebutuhan 600 unit. Birokrasi Pertamina yang rumit jadi pangkal persoalan, selain terbatasnya modal koperasi nelayan serta lokasi yang terpencil.
Kelangkaan BBM untuk nelayan membuat harga BBM berlipat. Ini membuat nelayan tak berdaya karena harga ikan hasil tangkapannya tak bisa mengimbangi harga BBM.
Bukti-bukti di atas menunjukkan, nelayan masih belum dianggap pilar penting bangsa bahari sehingga terus dibiarkan bergelut dengan kemiskinannya. Atau, jangan-jangan kita sudah lupa bahwa kita bangsa bahari?

Arif Satria Direktur Riset dan Kajian Strategis IPB Bogor

Metode dan Rencana Comdev yang Sustain

RINGKASAN METODE-METODE DAN ALAT-ALAT YANG DIPILIH UNTUK PERENCANAAN PENGEMBANGAN YANG BERKELANJUTAN


Ringkasan ini berisi tentang gambaran singkat tentang metode-metode dan alat-alat yang dapat di design dan diadaptasikan untuk perencanaan pengembangan yang berkelanjutan dan implementasinya dalam konteks lokal. Ada puluhan metode-metode dan alat-alat dalam perencanaan dan pelaksanaan. Ringkasan ini menekankan pilihan metode-metode tersebut, yang dimaksudkan untuk menyediakan pengguna Panduan Perencanaan Lokal Agenda 21 dengan instrumen-instrumen kunci yang dapat diaplikasikan untuk mencapai hasil perencanaan khusus yang berkelanjutan. Beberapa metode dan alat didesign untuk mencapai suatu bangunan kesadaran, kumpulan informasi, dan partisipasi penduduk. Yang lainnya berguna untuk pencapaian, setting skala prioritas, monitoring, dan evaluasi. Ringkasan ini terdiri dan 2 sesi: Metode-Metode dan Alat-Alat Perencanaan Kelompok, dan Metode-Metode dan Alat-Alat Pencapaian. Banyak dari metode dan alat ini memiliki kemampuan yang saling berseberangan.

Metode dan Alat Perencanaan Kelompok

Bagian ini menggambarkan tentang metode dan alat yng digunakan untuk pembangunan kesadaran kelompok, diagnosa masalah, dan dialog dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Pada umumnya, metode dan alat ini dapat digunakan dari langkah pra perencanaan sampai ke evaluasi dalam proses perencanaan pengembangan yang berkelanjutan.

Brainstorming
Brainstorming adalah alat yang digunakan dalam setting group untuk memunculkan banyak ide. Dalam bentuknya yang lebih sederhana, sesi brainstorming yang terstruktur dapat mengundang peserta untuk memunculkan dan mencatat sebanyak mungkin ide yang berhubungan dengan pertanyaan atau isu tertentu; saling mengembangkan ide orang lain; menrima kritik; dan memproses ide setelah sekumpulan ide telah muncul. Alat ini berguna bila diaplikasikan dalam group untuk memunculkan ide-ide yang berhubungan dengan identifikasi masalah, analisis dan penyelesaian masalah.

Pertemuan Masyarakat
Pertemuan masyarakat ini berbeda dalam jumlah peserta, komposisi, format, dan tujuannya, tetapi pada umumnya mengikuti serangkaian agenda dan difasilitasi atau diketuai oleh orang yang telah ditunjuk bersama. Laporan akan dibuat untuk mencatt bahan-bahan diskusi dan hasilnya. Pertemuan masyarakat seharusnya direncanakan dengan hati-hati, tepat waktu, dan menekankan kenyamanan peserta.

Dengan design dan fasilitasi yang hati-hati, pertemuan dapat mendorong partisipasi yang maksimum, membantu arus informasi dua arah dengan tingkat dialog dan tukar pikiran yang tinggi, dan menciptakan bangunan konsensus diantara aktor-aktor terkait. Pertemuan masyarakat dapat digunakan dalam tahap pra perencanaan sampai pada tahap evaluasi sebagai alat untuk memulai, menetapkan, dan melanggengkan kolaborasi. Secara spesifik, pertemuan-pertemuan dapat menjadi semacam forum bagi bagi masyarakat untuk mendiskusikan isu-isu, mencapai konsensus terhadap isu, mengidentifikasikan masalah, jalan pemecahan, kesempatan, dan ketegangan, kegiatan perencanaan, menegosiasikan konflik, dan mengesahkan interpretasi atas hasil-hasil evaluasi. Pada saat alat-alat beragam seperti pemetaan, penggolongan, dan fokus grup telah digunakan, pertemuan kelompok menjadi tempat penting untuk mendapatkan masukan terhadap analisis.

Field Trips (Kunjungan Lapangan)
Field trip adalah kunjungan yang terorganisir dan teristruksi yang diambil oleh aktor-aktor terkait pada satu atau lebih tempat. Tempat-tempat ini dapat dipilih untuk menggambarkan informasi yang berkaitan dengan isu-isu dan kondisi lokal. Para ahli dapat diundang untuk memberikan interpretasi dan mendiskusikan keadaan daerah tersebut. Field trip adalah alat yang bagus untuk memulai diskusi dan mengembangkan pemahaman umum terhadap suatu masalah. Dokumentasi fotografi terhadap kejadian-kejadian dalam field trip dapat menjadi instrumen untuk diskusi dan monitoring. Bila disertai dengan workshop, diskusi yang lebih mendalam dan analisa masalah dapat dilakukan. Field trip dapat menjadi katalisator untuk identifikasi isu; menyediakan informasi untuk auditing, analisis, dan penentuan prioritas; dan memfasilitasi penentuan target dan perencanaan action.

Kampanye Media
Kampanye media mencakup penggunaan media radio lokal, surat kabar, dan televisi untuk membangkitkan kepedulian masyarakat umum, menyebarkan informasi-informasi khusus, dan mempengaruhi serta merefleksikan pendapat umum. Untuk memilih media kampanye harus memperhatikan bermacam-macam bentuk media di masyarakat, mendapatkan luas cakupan dan kredibilitasnya, dan mengembangkan luas cakupan media sesuai dengan hal yang ingin dicapai.

Beberapa format media memilih debat umum sebagai topik. Contohnya, dalam beberapa kelompok masyarakat program call in radio telah digunakan untuk menampung opini masyarakat dalam kasus-kasus tertentu. Di beberapa daerah, survey televisi menjadi sanagt populer. Meskipun terbatas pada jawaban ya/tidak, survey ini dapat digunakan untuk menjaring opini masyarakat pada masalah-masalah yang ada di kota. Polling televisi dapat diusahakan sebagai bagian dari program berita/informasi. Pemirsa dapat menjawab pertanyaan dengan cara menelepon nomor telepon stasiun televisi tersebut.

Media dapat digunakan untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap kelanjutan dan isu-isu daerah, menyebarluaskan informasi yang berhubungan dengan proses perencanaan strategis dan keikutsertaan aktor-aktor terkait, untuk menjaring pendapat umum terhadap tpik-topik tertentu, dan untuk menjadi feedback bagi masayrakat tentang proses perencanaan pengembangan yang berkelajutan.

Open House
Open house dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum dan selanjutnya diminta tanggapannya. Karena biasanya diadakan di pusat kota, open huse memiliki tampilan baik berupa gambar maupun teks yang sesuai, menggambarkan elemen utama dari proposal. Masyarakat diundang untuk hadir, dipersilakan mengajukanpertanyaanpertanyaan, dan tinggal selama mereka suka. Mereka juga diminta untuk memberikan komentar dan saran-saran dan bila memungkinkan mengisi lembaran interview secara tertulis. Metode Open House dapat digunakan untuk menyebarluaskan informasi tentang Local Agenda 21, pengembangan yang berkelanjutan, proses perencanaan, dan rencana aksi yang diusulkan dalamkonteks proses perencanaan pengembangan yang berkelanjutan.

Popular Education
Sejumlah metode dan alat sudah dikembangkan dalam konteks Popular Education diantaranya meliputi teater, seni pahatan, pertunjukan wayang, dan pendongengan cerita. Media-media ini telah berkembang menjadi tradisi masyarakat dimana pendidik dan praktisi pengembangan bekerja. Teknis-teknis popular melibatkan masyarakat dalam identifikasi dan analisis isu-isu, pencarian informasiyang berhubungan dengan isu-isu tersebut, dan pemecahan masalah dan pembuatan keputusan yang berhubungan dengan intervensi-intervensi pengembangan. Philosophy yang mendasari adanya Popular Education adalah adanya ekinginan mencapai kapasitas manusia dalam berparitisipasi dalam keputusan-keputusan dan aksi-aksi yang mempengaruhi kehidupan mereka. Metode dan alat Popular Education beserta tujuan yang mendasarinya harus diperhatikan sebagai sumber pengajaran bagi perencanaan pengembangan yang berkelanjutan.


Dengar Pendapat dengan Masyarakat (Public Hearing)
Public Hearing yang biasanya dilakukan sehubungan dengan kewajiban hukum atau administrasi adalah terstruktur dan membutuhkan catatan masyarakat. Tujuan utama dari Public Hearing adalah memberikan kesempatan masyarakat untuk mengungkapkan pendapat atau pandangan tentang usulan khusus sebelum diadopsi dan diimplementasikan. Dengar pendapat ini memungkinkan masyarakat untuk menantang atau mendukung usulan dari lembaga masyarakat.

Public Hearing berguna untuk penyebarluasan informasi kepada banyak aktor terkait dalam tenggang waktu yang pendek dan dapat menciptakan kesempatan bagi debat masyarakat. Meskipun begitu, partisipasi yang lebih sempit dapat terjadi dalam forum masyarakat yang lebih besar bila Public Haring tersebut tidak memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk ikut serta dalam diskusi dan bangunan konsensus. Mengacu pada aturan politik dan budaya, masyarakat dapat juga merasa terbatasi dalam menyuarakan perhatian mereka yang sebenarnya dalam forum-forum tersebut. Forum masyarakat sering menjadi debat masyarakat padahal hanya bebrapa yang mengunkapkan pendapat. Dalam konteks perencanaan yang berkelanjutan, public hearing dapat menjadi mekanisme yang berguna sebagai presentasi hasil-hasil proses perencanaan-aksi atau setting prioritas masyarakat kepada masyarakat secara resmi.

Alam banyak kasus, perhatian masyarakat dibutuhkan dalam Public Hearing. Hal ini dapat dilakukan melalui media dan/atau kelompok-kelompok masyarakat. Proposal resmi seharusnya disediakan dengan baik bagi masyarakat sebelum diadakan Public Hearing terdapat kesempatan bagi masyarakat untuk melihat ulang proposal dengan teliti. Seringkali, pertemuan-pertemuan sebelum Public Haring diadakan untuk meperkenalkan usulan kepada masyarakat. Masyarakat seharusnya diberitahu bahwa baik pernyataan lisan dan tertulis dapat diterima.


Pertemuan-Pertemuan Masyarakat Umum
Pertemuan Masyarakat berbeda dengan Public Hearing karena diadakan tidak untuk memenuhi kewajiban hukum dan administrasi. Selain itu, pertemuan masyarakat biasanya kurang terstruktur dan kurang formal. Pertemuan masyarakat mungkin disdakan oleh suatu lembaga masyarakat dengan tujuan mengikutsertakan masyarakat dalam proses pengambilan satu atau lebih keputusan. Pertemuan ini dapat digunakan untuk menyebarluaskan informasi; menjamin informasi; menjamin tanggapan terhadap ususlan khusus; atau menghadirkan suatu konsesus pada ususlan-usulan khusus. . Di beberapa masyarakat, terdapat tradisi pertemuan-pertemuan kota yang sudah berjalan lama dimana masyarakat dapat mengungkapkan pandangannya dan ikut membuat keputusan. Tradisi-tradisi tersebut seharusnya dipertimbangkan dalam perencanaan.

Permainan Peran
Permainan peran adalah alat yang memungkinkan orang secara kreatif memindahkan peran kesehariannya dengan peran lain sehingga mereka dapat mengerti pilihan-pilihan yang ada dan keputusan yang diambil oleh orang lain yang memiliki tanggung jawab yang berbeda. Peserta diajak untuk memerankan suatu peran dan bertindak dalam situasi tertentu. Permainan peran dapat bertingkat dari latihan yang singkat dan sederhana sampai pada yang lebih rumit. Hal ini sangat membantu dalam membangun tim maupun dalam analisis masalah dan diskusi bila terjadi intervensi-intervensi.
Konferensi-Konferensi Pencarian (Search Conferences)
Suatu konferensi pencarian adalah konferensi perencanaan selama dua atau tiga hari yang didesign untuk mengikutsertakan aktor-aktor terkait dalam perencanaan dan pengaturan masa depan. Konferensi ini memerlukan bangunan konsensus tentang visi masa depan sebagai basis perencanaan didalam maupun diantara semua sektor. Kemungkinan dan trends di masa depan menjadi fokus dari perencanaan aksi yang berikutnya daripada masalah atau resiko sekarang. Elemen metodologi dari konferensi pencarian ini adalah:

• Sebuah review dari trends dulu dan sekarang : ini dapat dikerjakan dengan adanya catatan dari seorang ahli yang disiapkan sebelum konferensi tentang masalah-masalah dari berbagai macam sektor diadakan;
• Sebuah analisis tentang kekuatan-kekuatan eksternal dan internal: kelompok multi-sektoral bersidang di konferensi untuk mereview dan mendiskusikan catatan tersebut, dan untuk menganalisa sistem dan trends yang sedang dijalankan dengan tujuan mencpai konsensus terhadap situasi sekarang dan prediksi di masa datang, jika trends yang berjalan sekarang masih terus terjadi;
• Penciptaan Visi Masa Depan: berdasarkan pemahaman umum tentang masa depan, kelompok secara bersama menciptakan visi pilihan masa depan. Ini dapat menjadi dasar perencanaan; dan
• Sebuah Rencana Aksi: kelompok mempunyai komitment terhadap aksi yang akan mendukung tercapainya keadaan yang diinginkan di masa depan.

Dalam konteks perencanaan pengembangan yang berkelanjutan, konferensi pencarian merupakan forum yang efektif dalam mengikutsertakan aktor-aktor terkait di seluruh bagian kota dalam proses penggalangan informasi dengan taksiran yang partisipatif dan teknis. Taksiran informasi dapat digunakan untuk memprediksi trends, menciptakan visi masa depan, membangun konsensus dan komitmen terhadap kesatuan strategi aksi. Strategi-strategi ini dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi rencana yang detail dalam fase sesudah konferensi oleh kelompok kerja aktor-aktor terkait yagn dibentuk selama konferensi.

Pembangunan Visi
Pembangunan visi adalah latihan membangun konsensus diantara aktor terkait. Dalam kerangka keberlanjutan, pembangunan visi ini meliputi pengembangan visi bersama di masa depan dimana tujuan sosial, lingkungan dan ekonomi diintegrasikan. Visi ini akan mencerminkan kesatuan nilai dan prinsip dan akan menjadi target untuk memandu aksi ke arah masa depan yang berkelanjutan. Membuat visi adalah langkah awal yang penting dalam tahap-tahap formatif membangun partnership dan dalam menentukan scope latihan perencanaan.

Lokakarya (Workshop)
Lokakarya biasanya berupa pertemuan terbatas yang didesign untuk aktor terkait tidak hanya untuk mendiskusikan topik, tetapi sebenarnya berupa performance dari tugas-tugas yang ditetapkan yang seringkali hasilnya berupa pemahaman yang lebih baik tentang suatu topik atau penciptaan suatu produk. Design suatu lokakarya mempertimbangkan beberapa hal diantaranya: outcome, sumber informasi yang diharapkan peserta, aktivitas yang menuju pada terealisasikannya outcome, alat dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan aktivitas ini, dan mekanisme evaluasi hasil akhir.

Lokakarya dapat dipakai dari tahap pra-perencanaan sampai pada tahap evaluasi dalam proses perencanaan pengembangan yang berkelanjutan. Sebagai contoh, dalam hubungannya dengan aktor terkait, lokakarya dapat dipakai untuk:
• Mensosialisasikan prinsip-prinsip dan praktek –praktek agenda 21
• Mendefinisikan isu dan masalah–masalah yang ada kemudian merankingnya
• Mereview hasil laporan penilaian akhir
• Mengembangkan cara pemecahan masalah dan rencana kerja
• Mengambangkan kriteria dan mekanisme monitoring dan evaluasi

Alat dan Metode Penilaian

Sesi ini menggambarkan metode dan alat dengan lebih spesifik, tetapi tidak eksklusif terhadap proses penilaian.

Studi Kasus di Masyarakat
Studi ini merupakan kumpulan gambaran dan analisis terhadap komunitas dan masalah-masalahnya. Hal ini didokumentasikan dalam bahasa setempat atau lewat media (gambar, cerita, drama, audio visual, dsb). Studi kasus dapat digunakan juga untuk mendorong penyadaran dan diskusi diantara anggota masyarakat, untuk mengumpulkan informasi dasar untuk penilaian.

Penilaian Lingkungan Masyarakat
Alat ini dapat digunakan untuk mengikutsertakan aktor terkait dalam mengumpulkan informasi dan menganalisa dampak sosial dan lingkungan dari aktivitas yang direncanakan sehingga dapat diprediksi sedini mungkin efek positif dan negatif dari aktivitas tersebut. Alat ini didesign untuk observasi kelompok dan pertimbangan nilai. Penting tidaknya impact ditemtukan oleh masayrakat dan diberi score, seperti score lingkungan dan score sosial. Score ini sendiri tidak penting tetapi perbandingan angka ini dapat dipakai untuk mengindikasikan tingkat kepentingan faktor-faktor yang perlu dimonitor. Alat ini dapat digunakan untuk memfasilitasi prioritas setting dan juga megnidentifikasi indikator-indikator untuk monitoring dan evaluasi.

Interview dengan Masyarakat
Interview dengan masyarakat merupakan alat yang sudah terstruktur yang dapat digunakan untuk meneliti perhatian, kebutuhan, dan aksi masyarakat. Semua anggota masyarakat diundang dalam suatu pertemuan dan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun sebelumnya bisa dilontarkan (biasanya tidak lebih dari 15 pertanyaan). Pertanyaan-pertanyaan ini membantu dalam mengumpulkan informasi yang sistematik dan comparable serta dapat membantu menarahkan duskusi. Karena jumlah pesertanya besar, diskusi antar peserta dilarang sehingga kecil adanya kesempatan untuk membangun konsensus bersama. Alat ini berguna untuk mengumpulkan informasi awal atas perspektif masyarakat atau untuk mengumpulkan masukan dari masyarakat atas aksi dan strategi yang ditawarkan.

Penilaian Resiko Komparatif
Penilaian resiko komparatif adalah metode sistematis untuk memberikan ranking dan prioritas terhadap masalah-masalah lingkungan yang mengancam ekologi, kesehatan dan kualitas hidup manusia. Proyek ini mengidentifikasi seputar masalah lingkungan, menganalisa, dan menyusunnya menurut urutan resikonya. Metode ini biasanya memasukkan komponen laporan teknis dan umumuntuk menjamin keseimbangan antara informasi ilmiah dan sosial ekonomi dengan nilai-nilai umum. Perencanaan strategis yang berbasis pada resiko komparatif mengintegrasikan isu-isu manajemen, seperti harga, kemungkinan politis, dan kemudahan dalam implementasi dengan perhatian masyarakat, kelompok lingkungan, industri, dan lembaga-lembaga pemerintah.


Keseimbangan Lingkungan
Pendekatan ini menggunakan metode yang meniru ekosistem alami dan proses industri untuk dapat menetapkan suatu model nyata dari persediaan, aliran, dan keseimbangan energi dan bahan-bahan yang terdapat dalam ekosistem. Metode keseimbangan lingkungan telah digunakan untuk menganalisa energi, air, drainase, pertukaran gizi, aliran transportasi, dan sistem-sistem yang berhubungan dengan daerah perkotaan di berbagai kota besar di dunia. Di tahun-tahun belakangan ini, metode ini dikembangkan oleh perencana kota dan manajer-manajer di bidang sumber daya alam di Eropa Utara.
Metode keseimbangan lingkungan berfokus pada dinamika bio-physical dari suatu sistem dan melupakan impact dinamika sosial, politik, dan ekonomi terhadap keadaan biophysical. Hal ini sering memberi kesulitan dalam mengaplikasikan hasil-hasil di dalam konteks perencanaan praktis. Selanjutnya, metode ini tidak memuat hal-hal penting dalam dinamika sistem sehari-hari karena menggunakan metode “top-down”. Meskipun begitu, mendekatan ini dapat memberikan analisa kota yang akurat dan memuaskan sedangkan data dan pemahaman tentang metode ini dapat dijadikan analisis sistem yang lebih luas oleh kelompok-kelompok peneliti biasa.

Catatan Kaki Ekologi
Analisa catatan kaki ekologi merupakan alat perhitungan yang memungkinkan perkiraan konsumsi sumber daya dan tuntutan assimilasi limbah dari populasi manusia tertentu atau ekonomi yang sesuai dengan produktivitas area tanah. Ini memperhitungkan aliran energi dan substansi-substansi dari dan kepada ekonomi tertentu dan mengubahnya sesuai dengan area tanah/air yang dibutuhkan dari alam untuk mendukung aliran ini. Alat ini mengukur sumberdaya yang dibutuhkan untuk mendukung kebutuhan rumah tangga, masyarakat, wilayah, dan negara serta mengubah konsep-konsep yang kompleks dari kapasitas dan penggunaan sumber daya, kelangsungan hidup, dan pembuangan limbah menjadi suatu bentuk informasi matematis dan grafik. Alat ini mengandung unsur pendidikan dan analitik. Alat ini tidak hanya mempertimbangkan kelangsungan aktivitas hidup manusia tetapi juga merupakan alat yang efektif untuk membangun kesadaran publik serta membantu dalam pembuatan keputusan.

Audit Lingkungan
Audit lingkungan mengikutsertakan pengumpulan informasi sistematik tentang lingkungan dan fasilitas atau menggali untuk memverifikasi apakah hal ini sesuai dengan kriteria audit tertentu. Kriteria ini mungkin didasarkan pada standar lingkungan lokal, nasional atau internasional, hukum dan peraturan pemerintah, ijin dan konsesi, spesifikasi sistem manajemen internl, standar hukum, atau garis-garis besar organisasi. Audit lingkungan memberikan gambaran dari situasi lingkungan dalam waktu tertentu. Audit ini tidak berusaha untuk memprediksi dampak potensial dari kegiatan yang direncanakan. Terdapat berbagai macam audit lingkugnan yang mungkin berbeda dalam skope dan tujuan studi.
Suatu audit lingkungan membangun suatu informasi lingkungan yang dapat dipercaya dan dpat menilai resiko dari pabrik-pabrik yang ada terhadap lingkungan, dampak negatif terhadap lingkungan, dan tingkat kepatuhannya terhadap hukum dan standar lingkungan hidup. Dalam konteks perencanaan, audit lingkungan menjadi sumber informasi untuk menilai implementasi proyek bila dihadapkan dengan syarat-syarat penilaian lingkungan. Audit ini dapt juga menjadi sumber informasi dasar.

Penilaian Dampak Lingkungan dan Sosial
Metode yang paling umum dan analitik yang digunakan sekarang untuk audit adalah Penilaian Dampak Lingkungan (EIA) dan Penilaian Dampak Sosial (SIA). Kedua metode ini telah digunakan secara internasional dalam tahun-tahun belakangan ini dan didukung oleh jaringan pelatihan, akademik dan peneliti yang luas. EIA dan SIA menggunakan metode yang luas yang disesuaikan dengan penilaian yang diinginkan.
EIA dan SIA menggunakan data di masa lampau dan masa kini untuk memprediksi dampak dari pelaksanaan yang direncanakan (di masa datang). Alat-alat khusus telah dikembangkan untuk mengidentifikasi hubungan antara aktivitas yang diusulkan dengan komponen-komponen alam dan lingkungan sosial yang mungkin terpengaruhi. Teknik dan alat-alat yang lain juga tersedia untuk memprediksi dan melihat kualitas dari dampak yang ditimbulkan. Metode ditetapkan untuk mengevaluasi pentingnya dampak yang mungkin terjadi termasuk diantaranya teknik dan penilaian resiko. Pada akhirnya, EIA dan SIA mengusulkan cara untuk mengurangi, menghindari, memberi kompendasi, dan memonitor dampak.
Teknik-teknik EIA dan SIA sangat efektif untuk penilaian berdasarkan proyek. Meskipun begitu, penggunaan EIA dan SIA yang didukung oleh proposal pengembangan yang spesifik mempunyai tendensi reaktif dan tidak memberikan pandangan tentang trend keseluruhan yang dihasilkan dari impact kumulatif keputusan pengembangan individual sehingga menghambat kesempatan bagi pemberian pelayanan ang berkelanjutan. Untuk menghindari kesalahan ini, eksperimen-eksperimen baru dilakukan sehingga “penilaian efek kumulatif” dapat dilakukan. Meskipun begitu, metodologi pelaksanaan penilaian efek kumulatif ini belum dibuat jelas.

Kelompok Sasaran
Secara umum kelompok sasaran dilaksanakan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-12 anggota yang mewakili komunitas tertentu dan kepentingannya. Dalam sesi yang difasilitasi, yang biasanya berjalan antara 2 jam sampai 2 hari, peserta diberi presentasi tentang ide atau usulan dan setelahnya fasilitator yang profesional menarik kesimpulan atas reaksi peserta. Tujuan fasilitasi ini adalah memperjelas nilai-nilai, perasaan, perhatian, dan pemahaman dari kelompok tersebut. Dilihat dari sejarahnya, kelompok sasaran telah digunakan oleh partai politik dan kaum bisnis untuk mengembangkan strategi pemasaran. Meskipun begitu, kelompok sasaran semakin meningkat digunakan oleh sosioligist dan pelaksana pembangunan untuk mendapatkan informasi yang kualitatif dan bukannya statistik. Kelompok sasaran dapat digunakan untuk menjelaskan ide awal dan menyediakan informasi yang dapat digunakan dalam kegiatan konsultasi lainnya. Fasilitator yang sudah terlatih baik dapat membantu dalam pembuatan proses yang digunakan oleh kelompok sasaran, termasuk diantaranya pemilihan sample kelompok dan fasilitasi sesi-sesi.
Dalam konteks perencanaan pengembangan yang berkelanjutan, pertemuan kelompok sasaran menjadi alat yang berguna untuk mengumpulkan informasi tentang pandangan yang mendalam dari isu-isu dan prioritas yang ada di komunitas dan untuk mendapatkan masukan tentang proposal aksi.

Analisa Kekuatan di Lapangan
Analisa ini merupakan latihan yang terstruktur dan difasilitasi sehingga [eserta dapat mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang merintangi dan mendorong yang mempengaruhi pelaksanaan, menilai setiap kekuatan, dan merencanakan tindakan alternatifuntuk mengatasi maupun mendorong kekuatan-kekuatan tersebut. Analisa kekuatan di lapangan ini berguna untuk mencapai suatu pemahaman bersama tentang setiap kesempatan dan hambatan yang dapat mempengaruhi tujuan yang diharapkan. Hal ini akan membantu aktor terkait dalam menentukan strategi aksi yang paling efektif dan membuat prioritas diantara opsi-opsi yang ada. Dalam konteks perencanaan pengembangan yang berkelanjutan, analisa kekuatan di lapangan dapat digunakan untuk memfasilitasi pemilihan strategi-strategi aksi tertentu yang paling memungkinkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk prosedur yang lebih detail, lihat bab 4.

Sistem Informasi Geografis (GIS)
GIS adalah sistem data dengan menggunakan komputer yang memudahkan dalam penyimpanan, pencarian keterangan, pemanipulasian, transformasi, perbandingan, dan display data grafik. GIS dibuat khusus untuk display data yang berhubungan. Sistem ini biasanya diterapkan dengan menggunakan data-data yang sudah ada seperti catatan-catatan dan program-program monitoring terdahulu. Untuk memberikan gambaran luas mengenai kondisi geografis tertentu, sering diperlukan pengumpulan data yang lebih intensif. Pembuatan dan pemeliharaan sistem GIS tergolong mahal karena faktor waktu yang digunakan untuk mengumpulkan, mengesahkan, dan menghubungkan berbagai kumpulan data, dan memasukkan data ke dalam sistem komputer. Meskipun begitu, bila sistem ini sudah dibentuk, sistem ini dapat menjadi sumber data yang yang sangat berguna karena dapat digunakan dan dimanipulasikan baik oleh orang yang sudah ahli maupun tidak. DI beberapa kotamadya, sistem GIS telah digunakan untuk memonitor situasi lingkungan.

Pemetaan
Pemetaan komunitas adalah alat pengumpulan informasi dasar dan analitis yang mengikutsertakan masyarakat dalam pembentukan ilustrasi tentang keadaan masyarakat. Pemetaan masyarakat dibentuk melalui observasi dan pengetahuan tentang keadaan lokal serta menyediakan sumber alternatif informasi untuk mendapatkan data teknis. Selama melakukan pemetaan, peserta diminta untuk menggambarkan baik secara individu atau kelompok tentang masyarakat atau aspek dalam masyarakat yang dianggap penting. Pembentukan dan analisa pemetaan dipandu oleh fasilitator yang sudah memiliki gambar dari masyarakat yang sudah dilengkapi dengan nama-nama tempat, aktivitas, isu-isu. Fasilitator dapat membantu analisa dengan memberi pertanyaan tentang hubungan antara aktivitas dan isu. Teknis pembentukan peta mesti dihubungkan dengan persepsi masyarakat lokal dan media yang ada (misalnya menggambar di atas pasir daripada menggambar dengan pena di atas kertas). Gambar-gambar juga dapat digunakan untuk membuat peta.

Pemetaan merupakan titik awal yang baik bagi aktor-aktor terkait untuk memulai diskusi mengenai masalah-masalah masyarakat serta pemecahannya. Pemetaan telah digunakan untuk memahami bagaimana orang mengamati dan menghubungkan diri dengan masyarakat. Proses pemetaan kadang-kadang menghasilkan penemuan informasi baru oleh orang di luar komunitas.

Proses pemetaan telah digunakan oleh desa-desa di Inggris untuk mendorong penduduk lokal bekerjasama mengidentifikasi penilaian mereka terhadap komunitas dan lingkungannya. Hal ini memperbesar kesadaran atas lingkungan dan keinginan untuk merawatnya. Mereka dapat menemukan kembali kekayaan yang ada di lingkungannya dan diingatkan kembali akan kegunaannya.

Di dalam proses perencanaan pengembangan yang berkelanjutan, pemetaan mejadi alat yang penting untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mencari pemecahan atas isu-isu yang berkembang di masyarakat. Hasil pemetaan yang sama dapat digunakan kemudian oleh masyarakat untuk memonitor perubahan-perubahan yang terjadi apda hal-hal yang ada hubungannya dengan proyek.

Penilaian Jaringan
Penilaian Jaringan merupakan pendekatan teknis dimana metode penilaian dijalankan oleh kelompok-kelompok atau orang-orang yang memiliki minat tertentu dan pengetahuan sehari-hari tentang komponen-komponen isu dan sistem yang dipelajari. Keikutsertaan aktor kunci memungkinkan identifikasi dan diskusi dinamika sistem yang lebih maksimal.

CErita Lisan
Alat ini merupakan teknik participatory yang dapat digunakan untuk membagikan informasi selama dilakukan analisa terhadap isu-isu lokal. Cerita ini dapat memberikan informasi akan waktu, alasan, dan bagaimana problem muncul. Catatan sejarah ini dapat dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekarang ini untuk memunculkan suatu analisis yang berhubungan dengan trend dan problem struktural. Keduanya dapat digunakan sebagai bahan pengajaran untuk menginformasikan kepada penduduk akan sejarah perubahan dan perkembangan yang terjadi di komunitas mereka.

Laporan Monitoring Periodik
Program monitoring merupakan elemen umum dilakukan di wilayah kotamadya, seperti dari monitoring kesehatan masyarakat, membangun kesepakatan bersama, penggunaan alat transportasi, kualitas air dan udara, tingkat kebisingan kota, tingkat kontaminasi tanah, tingkat kejahatan, dsb. Sistem untuk monitoring biasanya dibuat untuk mengumpulkan data spesifik secara periodik, berdasarkan standar yang sudah didefinisikan ulang untuk mengikuti perkembangan. Pemilihan data sering dihubungkan dengan peraturan yang berlaku atau standar profesional. Dalam hal ini, data digunakan sehingga terdapat persamaan antara